http://image-serve.hipwee.com/wp-content/uploads/2017/01/hipwee-keuanganRT1.jpg |
Jalan Pintas - Ketika seorang Muslim-pria atau wanita-akan menikah, biasanya akan timbul
perasaan yang bermacam-macam. Ada rasa gundah, resah, risau, bimbang, termasuk
tidak sabar menunggu datangnya sang pendamping. Bahkan ketika dalam proses
ta’aruf sekalipun masih ada perasaan keraguan.
Namun, ada juga muncul rasa kekhawatiran. Bagi calon suami yang nota bene
menjadi tulang punggung dan pemimpin keluarga, maka rasa khawatir menghantui
pikirannya. Khawatir bagaimana nanti setelah menikah? Apakah bisa mencukupi
kebutuhan rumah tangga atau tidak? Bagaimana nanti setelah mempunyai anak,
mampukah membimbing dan mendidik mereka? Apalagi kebutuhan hidup sehari-hari
semakin mahal dari tahun ke tahun.
Sebaliknya, bagi mereka yang tidak memiliki kekhawatiran soal ekonomi dan
sudah memiliki calon pasangan, namun sengaja tidak segera menikah. Mereka
berasalan, bahwa menikah itu tidak gampang, harus menemukan kecocokan dulu,
harus berpendidikan tinggi dulu, bibit bebet dan bobot nya harus jelas, harus
kaya terlebih dulu. Maka hal itu akan menjadi tumpukan dosa jika melewati
masa-masa matang tidak mempersibuk diri dengan kebaikan.
Persoalan utama seseorang yang akan menikah adalah penyakit ragu-ragu.
Jika penyakit tersebut hinggap dalam pikiran dan hati seseorang, maka saat itu
juga waktu yang paling tepat untuk introspeksi diri terhadap keyakinannya.
Karena itulah kunci utama dalam melangkah ke depan dalam menghadapi ujian dan
cobaan hidup.
Berkaitan dengan kekhawatiran itu, yang karenanya seseorang tidak segera
menikah padahal sudah mempunyai calon pasangan, Allah Ta’ala berfirman dalam
surat an-nur ayat 32,
وَأَنْكِحُوا الأيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ
مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ
فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (٣٢
“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara
kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang
laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberikan kemampuan
kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui.” (Qs. an-Nur [24]: 32)
Jika memang Allah Ta’ala berjanji demikian, kenapa harus ragu? Jika
memang janji dari Zat yang Mahabenar itu sudah jelas tertulis di dalam
al-Qur’anul Karim, mengapa mesti ada ketakutan untuk segera menikah? Padahal,
calon pasangan sudah ada. Padahal, umur sudah waktunya dan memang pantas segera
menikah. Maka jalan keluarnya adalah berikhtiar. Jika berikhtiar sudah
dilakukan, maka jangan pernah berhenti sekaligus berdoa. Percayalah, Allah
Ta’ala telah menentukan saat-saat yang tepat dan terbaik bagi hamba-Nya yang
tak pernah putus asa dari Rahmat-Nya.
Adalah kewajiban kita untuk mempercayai janji Allah. Jangan sampai
bisikan-bisikan setan menyusup ke dalam hati. Karena itu dapat menggoyahkan
keimanan kita terhadap kebenaran janji Allah Ta’ala, termasuk ketika Allah
Ta’ala berjanji akan memampukan hamba-Nya yang miskin bila menikah. Tiada yang
sulit bagi Allah Ta’ala jika ingin memberikan karunia kepada hamba-Nya.
Sungguh, Allah Ta’ala Maha Pemurah dan Pemberi rezeki. Tinggal kita meyakini
atau tidak. Dengan keyakinan itu, hidup kita akan optimis dan selalu berpikir
posititf.
Berkaitan dengan karunia Allah Ta’ala, yang dimaksud adalah rezeki.
Rezeki dapat berupa materi atau non materi. Namun dikatakan rezeki jika di
dalamnya terdapat manfaat bagi dirinya dan orang lain. Misalnya, seorang ikhwan
tidak memiliki sepeda motor yang dapat memberikan manfaat yang banyak setelah
menikah. Pergi ke mana-mana naik angkutan umum atau bis. Namun, dengan
kebaikan-kebaikan yang tulus, maka Allah Ta’ala membuka pintu-pintu rezeki.
Tiba-tiba ada dermawan yang menghibahkan sepeda motor untuk keperluan dakwah
dan sebagainya. Maka motor tersebut menjadi manfaat untuk menambah kebaikan.
Sehingga Allah Ta’ala terus membukakan pintu-pintu karunia-Nya sebagai “hadiah”
karena memanfaatkan nikmat pada jalur yang bijak.
Demikian pula rezeki non materi. Sebagai contoh, seseorang yang belum
menikah juga mempunyai kesehatan, kesempatan, atau bahkan kemampuan yang sama
dengan setelah menikah. Memang hidupnya sederhana setelah menikah. Namun dia dapat
hidup bahagia dengan keadaan yang dijalani. Karirnya semakin memuncak, tatapan
matanya terhadap masa depan senantiasa optimis, dan dapat memberikan manfaat
kepada orang lain. Itulah janji-janji Allah Ta’ala bagi yang telah menikah
dengan keyakinan yang mantap dan keimanan yang benar.
Pintu-pintu rezeki akan terbuka lebar jika seseorang telah mengalami
sebuah jenjang membahagiakan bernama pernikahan. Setelah kita berusaha dan
berdoa, rezeki akan datang dengan segera.
Dengan menikah, kita mengharapkan Allah Ta’ala menganugerahkan rezeki
yang barakah. Yaitu rezeki yang dapat menentramkan hati dan mensucikan jiwa.
Sehingga semakin membuat kita berbahagia dan meningkatkan rasa syukur terhadap
nikmat yang telah Allah Ta’ala berikan dengan semakin giat dan tekun dalam
beribadah dan bekerja.
Hanya kepada
Allah kita menyembah, dan hanya kepada Allah kita memohon pertolongan.
sumber : http://bersamadakwah.net/janji-allah-untuk-anda-yang-menikah/
No comments:
Post a Comment